Cara Mudah Mengidentifikasi / Menemukan Unsur - Unsur Cerita dan Latihan Mengidentifikasi / Menemukan Unsur-Unsur Cerita - Teman-teman tentu pernah mendapat tugas dari bapak / ibu guru disuruh untuk mencari atau mengidentifikasi unsur-unsur cerita dalam sebuah buku. Di antara kalian ada yang bisa dan ada pula yang belum bisa. Bagi kalian yang masih belum bisa menemukan atau mengidentifikasi unsur-unsur dalam cerita, pada kesempatan ini saya akan memberikan Cara Mudah Mengidentifikasi / Menemukan Unsur - Unsur Cerita dan Latihan Mengidentifikasi / Menemukan Unsur-Unsur Cerita.
Cara Mudah Mengidentifikasi / Menemukan Unsur - Unsur Cerita dan Latihan Mengidentifikasi / Menemukan Unsur-Unsur Cerita |
Cara Mudah Mengidentifikasi / Menemukan Unsur-Unsur Cerita
Pada
saat kamu mendengarkan cerita atau pembacaan cerita, dapatkah kamu memahami
unsur-unsurnya? Apa saja unsur-unsur dalam sebuah cerita? Unsur-unsur cerita
dapat diidentifikasi melalui dua unsur, yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
1. Unsur-Unsur Cerita
Untuk
memahami isi cerita yang didengar, kamu harus memerhatikan unsur-unsur
pembangun cerita tersebut. Unsur-unsur tersebut meliputi sebagai berikut.
a. Unsur
intrinsik, yaitu unsur pembangun cerita yang berasal dari dalam cerita itu
sendiri. Unsur ini meliputi sebagai berikut.
1) Tema,
artinya gagasan pokok cerita. Tema yang diangkat dalam cerita antara lain
kehidupan bermasyarakat, ketuhanan, kasih sayang, keagamaan, adat, budaya, dan
sebagainya.
2) Penokohan,
yaitu tokoh dan karakter tokoh-tokoh cerita. Jenis tokoh antara lain protagonis
(berwatak baik), antagonis (berwatak jahat), dan tritagonis (penengah).
3) Amanat,
pesan yang disampaikan pengarang kepada pendengar lewat cerita.
4) Setting,
yaitu tempat, suasana, dan waktu terjadinya cerita.
5) Alur,
merupakan rangkaian peristiwa yang membentuk cerita.
6) Sudut
pandang (point of view), yaitu cara pandang pengarang dalam menempatkan dirinya
dalam suatu cerita.
b.
Unsur ekstrinsik, yaitu unsur pembangun cerita yang berasal dari luar cerita. Namun,
unsur ini cukup memengaruhi cerita yang dibuat. Unsur ini meliputi nilai moral,
agama, sosial, budaya, pendidikan, dan ideologi yang melatarbelakangi kehidupan
pengarang.
2. Mengidentifikasikan Unsur-Unsur Cerita
Mengidentifikasi
berarti menguraikan atau menjelaskan secara rinci hal tau objek cerita yang
akan dikaji. Mengidentifikasi unsur cerita berarti menanggapi secara rinci
unsur-unsur cerita, baik unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsiknya.
Latihan Mengidentifikasi / Menemukan Unsur - Unsur Cerita
Carilah unsur-unsur cerita di bawah ini berdasarkan penjelasan di atas.
Kuntum Turi di Petak Tulip
Lelaki
itu melihat seorang perempuan duduk sendirian, di kebun tulip, yang belum
sempurna berkuncup. Di pagi hangat bermatahari wajah perempuan itu muram,
bersaput mendung. Matanya menatap nun jauh tanpa batas. Lelaki itu meneliti
bibir, hidung, dahi, dan rambutnya yang tak terurus. Dadanya berdebur halus.
Perempuan itu mirip sekali dengan... Ah, tapi dia tampak lebih tua dari semestinya,
pikirnya dengan perasaan tidak gembira.
Ia
menghirup kopi dan kembali meneruskan membaca koran. Sepagi itu, biasanya hanya
lelaki itu di kebun tulip, yang sepi dikunjungi orang. Letaknya memang
tersembunyi, di belakang gereja tua dan museum seni yang saling memunggungi.
Lelaki itu berpendapat, kebun itu sepi karena tak nyaman untuk bermain anak-anak.
Tak ada ayunan dan perosotan, hanya bangku taman dan petak-petak tulip kecil.
Lelaki
itu suka melamunkan banyak hal, masa lalunya yang sulit dan masa depannya yang
sedang ia rancang-rancang. Seorang pemabuk yang meminta uang pernah
terkekeh-kekeh melihat lelaki itu melompat, saat ia menegurnya.
Kali
ini perempuan itu telah mengganggu konsentrasinya. Ia turunkan Koran dan
kembali menatap perempuan dengan sweater warna pudar, yang kebesaran.
Celana
jean yang dilipat ujungnya karena kepanjangan. Ia masih mengenakan sepatu musim
dingin yang tebal dan berat. Jika benar dia, mengapa begitu lusuh, tampak
lemah, dan dungu, pikir lelaki itu.
"Tiga
hari lagi tulip-tulip itu akan berkuncup sempurna." Tak tahan memendam
penasaran ia membuka percakapan. Setelah lama tak ada jawaban, lelaki itu
kembali berkata, "Aku suka tulip ungu, mengingatkanku pada kembang kangkung."
Perempuan itu menoleh ke arahnya. "Aku suka yang putih, mengingatkanku
pada kembang turi."
"Maaf,
mengingatkan pada kembang apa, katamu?"
"Kembang
turi." Hampir saja ia berteriak menumpahkan keyakinannya saat melihat
wajah perempuan itu seutuhnya. Ia menahan diri dengan menjatuhkan pandangan ke
kaki perempuan itu, mencari tanda.
Pada
sebuah masa, yang tak suka ia kenang, karena begitu banyak kesulitan, lelaki
itu mengenal Dianti. Putri Pak Mantri Suntik itu kaki kanannya lebih kecil dari
kaki kirinya. Jika berjalan ia harus menopang lutut dengan tangannya, pincang.
Teman-temannya di SD suka mengolok-olok dengan menirukan jalannya.
Pernah
ia berpikir, Dianti pintar karena anak Pak Mantri. Sementara dia anak pekerja
serabutan. Orang membutuhkan tenaga ayahnya untuk membetulkan genteng bocor,
mengecat rumah, mengumpulkan tahi kambing, memetik kelapa, mencuci mobil, dan
banyak lagi. Ayahnya meninggal jatuh dari atap saat membetulkan genteng
sekolah. Sekolah menjadi tidak penting karena ia harus membantu Ibu menghidupi
keempat adiknya. Ia bersyukur bisa naik kelas dengan rapor yang banyak angka
merahnya. Ibunya seorang pemetik bunga turi.
Salah
satu pelanggannya adalah Keluarga Mantri. Beberapa kali ia diminta mengantarkan
pesanan kembang turi ke rumah keluarga itu. Dianti yang selalu membukakan
pintu. Di tangannya selalu ada buku.
"Sebentar
saya panggil, Ibu." Itu yang selalu dikatakan Dianti. Itu saja kesempatan
bertemu Dianti di luar waktu sekolah. Dianti tak pernah main gobak sodor atau
loncat karet. Juga ia tak pernah menangkap kunang-kunang, saat malam bulan
purnama. Keluarga Dianti pindah ke kecamatan lain setelah ia lulus SD.
Lelaki
itu melanjutkan hidupnya yang tidak gampang. Terengah-engah ia menyelesaikan
sekolah teknik menengah pertama. Pengalaman kerjanya panjang dan beragam; kenek
angkot, kuli bangunan, kenek truk, tukang sapu di stasiun, calo kereta api,
pelayan di restoran, dan banyak lagi yang tak ia ingat. Kemudian ia diterima
bekerja sebagai anak buah kapal. Ia menghabiskan waktu di lautan dengan singgah
di berbagai benua dan cuaca. Pada satu hari, saat kapal berlabuh di sebuah
negeri, lelaki itu memutuskan lari dari kapal.
"Aku
juga suka kembang turi," kata lelaki itu.
"Enak
untuk pecal atau urab."
"Bunga
turi bisa kamu temukan di warung oriental."
"Ya,
aku membelinya, kubuat pecal. Sekarang bunga turi menjadi sayuran
antik,
sukar diperoleh. Orang tak menanam turi lagi."
"Dulu
di desa masa kecilku," lelaki itu berkata sambil berdiri mendekati petak tulip,
"Pohon turi
banyak
ditanam di tepi sawah dan tepi jalan. Kembangnya ada yang merah, ada yang
putih."
"Daun
turi bagus buat menghaluskan kulit. Ibuku suka menggunakannya
sebagai
masker wajah." Perempuan itu berjalan terpincang-pincang, mendekati
lelaki
itu.
Lelaki
itu menahan nafas dan berkata pelan sambil menelan ludah, "Ibuku
dulu
pemetik bunga turi." Ia membuka kaca mata hitamnya.
"Oh,
ya."
Pikiran
perempuan itu mengembara ke masa belakang. Mengingat-ingat
nama
anak lelaki yang suka mengantar bunga turi ke rumah. Menatap wajah di
depannya
yang ia yakin pernah begitu familiar. Satu yang ia ingat, anak nakal itu
pernah
menyelamatkannya dari olok-olok.
Anak
lelaki itu selalu bercelana pendek dengan ikat pinggang tali rafia. Di
kelas
ia suka tidur. Saat istirahat ia suka mengganggu anak-anak perempuan.
Pernah
ia meletakkan kerukan pensil yang bercermin di rumput tempat anak
perempuan
main loncat tali.
Lalu
ia berteriak, "Aku tahu warna celana dalam kalian."
Karuan
saja anak-anak perempuan marah bukan main, mengejar dan
melemparnya
dengan bola kasti. Tapi anak lelaki itu larinya kencang, lebih
kencang
dari teman-teman seusianya.
Sepulang
sekolah ia bekerja, melayani orang-orang yang membutuhkan
bantuannya.
Termasuk pekerjaan yang menjijikkan, mengumpulkan tahi
kambing
untuk pupuk. Juga pekerjaan berat, memikul air dari sumber mata air,
kala
pipa bambu retak.
Ada
satu kejadian yang ia ingat dari anak lelaki itu. Ia meninju Gatot, yang
mengolok-oloknya.
Gatot marah karena ia tak memberinya contekan ulangan
berhitung.
Seusai sekolah, ia mencegatnya dan berkata, "Perempuan pincang
tak
bakal jadi pengantin."
Anak
lelaki itu menghadang Gatot dan memintanya berhenti menggoda
Dianti.
Gatot melawan dengan mengatakan, "Oh, rupanya anak bau taik embek
ini
suka kamu."
Gatot
belum menyelesaikan kalimatnya ketika ia mendaratkan tinjunya di
wajah
Gatot. Gara-gara itu ia distrap, berdiri di depan kelas selama dua jam.
Ayahnya
Gatot, yang kepala desa melapor ke sekolah.
Lelaki
itu, Obed, putra pemetik kembang turi!
Perempuan
dan lelaki itu berdiri berdekatan. Lalu keduanya berhadapan.
Keduanya
tersenyum, berjabat tangan. Jabat tangan pertama bagi keduanya. "Di
tanganmu
selalu ada buku jika aku mengantar kembang turi."
"Aku
suka membaca, tapi waktuku tak banyak lagi. Aku sekarang babysitter,
ngurus
anak-anak keluarga pengacara. Sabtu dan Minggu libur, bisa duduk-
duduk
di taman. Oh, ya, berapa kali kau mendaratkan tinju di wajah anak lelaki
itu,
Obed?"
"Nakal
sekali aku waktu itu."
"Tapi
kau tak pernah mengolok-olok kepincanganku."
"Kau
pintar, selalu juara kelas."
Dianti
menghela nafas. "Kugantungkan cita-citaku setinggi langit untuk
menjadi
dokter. Apa daya aku hanya mampu menyelesaikan SMA, tak ada biaya.
Dokter
masuk desa, ayah kehilangan kerja. Ayah meninggal, Ibu tidak bekerja.
Ibu
sekarang di sanotarium karena penyakit paru-parunya makin akut. Kau
sedang
apa di sini?"
"Tenaga
Kerja Indonesia. Pahlawan devisa."
"Tidak
tertarik berjualan bunga turi?" Dianti tersenyum.
Obed
ingin Dianti selalu tersenyum seperti itu.
"Kau
ingin makan pecal bunga turi, ya?"
"Istrimu
suka membuatnya?"
Obed
menatap Dianti dan berkata, "Aku ingin memperistrimu sejak Gatot
mengolok-olokmu."
Dianti
terbelalak lalu terbahak-bahak.
"Itu
sebab aku meninju anak kurang ajar itu."
"Berapa
putramu sekarang?"
"Baru
kali ini muncul hasratku untuk menikah dengan memperistrimu!"
Dianti
salah tingkah.
"Menurutmu
aku masih bau taik embek?"
Dianti
menggelengkan kepala. "Kau lelaki tangguh dan penuh hormat, yang
pernah
kukenal."
"Lantas
lelaki macam apa yang ada dalam kehidupanmu?"
"Lelaki
itu memeras tenagaku untuk berpoya-poya. Menamparku kalau ia
tidak
berkenan. Ia merendahkan diriku dengan mengatakan, kamu beruntung
ada
lelaki yang mau menikahi perempuan pincang yang tak memberi keturunan."
Kalimat-kalimat
itu hanya Dianti ucapkan dalam hati dengan berupaya menahan
desakan
air matanya.
Obed
menyentuh kedua pundak Dianti. Jelas dan dalam ia berujar, "Aku
akan
meninju lelaki, siapapun dia, yang telah menyepelekanmu."
"Lelaki
itu suamiku, Gatot anak mantan kepala desa." Pertahanan Dianti jebol.
Air
matanya tumpah.
Obed
mengetatkan kepalan tangannya. Rahangnya mengeras.
Montreal,
musim semi-panas 2007
Sumber: Cerpen Ida Ahdiah dalam
Republika, 20 Januari 2008
Semoga dengan adanya Cara Mudah Mengidentifikasi / Menemukan Unsur - Unsur Cerita dan Latihan Mengidentifikasi / Menemukan Unsur-Unsur Cerita ini kalian semakin akan memahami dan mengauasai materi tentang cara mengidentifikasi unsur-unsur cerita dan dengan adanya latihan mengidentifikasi unsur-unsur cerita ini pemahaman kalian semakin bagus. Terimakasih telah membaca Cara Mudah Mengidentifikasi / Menemukan Unsur - Unsur Cerita dan Latihan Mengidentifikasi / Menemukan Unsur-Unsur Cerita.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon